Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 26 Maret 2019

IBRAHIM NASBI 320  JURNAL IDAARAH, VOL. I, NO. 2, DESEMBER 2017


MANAJEMEN KURIKULLUM

lima prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan  manajemen kurikulum, yaitu: a. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
b. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi, yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan kurikulum
c. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen kurikulum, perlu adanya kerja sama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
d. Efektivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbngkan efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurukulum tersebut sehingga memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relative singkat.
 e. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan tujuan kurikulum

Kompetensi Pendidik (WAJIB TAHU)


KOMPETENSI GURU Seorang guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.(LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2007).


Kompetensi Profesional
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2) penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya (seperti misalnya dokter). Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa teacher performance diartikan kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspekaspek; (1) kemampuan profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuan personal. Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa standar umum itu sering dijabarkan sebagai berikut; (1) kemampuan profesional mencakup, (a) penguasaan materi pelajaran, (b) penguasaan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses pendidikan. (2) kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu  membawakan tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal (pribadi) yang beraspek afektif mencakup, (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan tugas sebagai guru, (b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan keteladanan bagi peserta didik.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi. Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral, justru ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya dipecat dari sekolah. Yang kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru tidak berani mengarahkan anak didik, dll. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sangat penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan  rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar. Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah lulus sarjana. 
Kompetensi Paedagogik.
Selanjutnya kemampuan paedagogik menurut Suparno (2002:52) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan siswa. Pertama, sangat jelas bahwa guru perlu mengenal anak didik yang mau dibantunya. Guru diharapkan memahami sifat-sifat, karakter, tingkat pemikiran, perkembangan fisik dan psikis anak didik. Dengan mengerti hal-hal itu guru akan mudah mengerti kesulitan dan kemudahan anak didik dalam belajar dan mengembangkan diri. Dengan demikian guru akan lebih mudah membantu siswa berkembang. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik, tahu ilmu  psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu bagaimana perkembangan pengetahuan anak. Biasanya selama kuliah di FKIP guru mendalami teori-teori psikologi tersebut. Namun yang sangat penting adalah memahami anak secara tepat di sekolah yang nyata. Kedua, guru perlu juga menguasai beberapa teori tentang pendidikan terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena sistem pendidikan di Indonesia lebih dikembangkan kearah pendidikan yang demokratis, maka teori dan filsafat pendidikan yang lebih bersifat demokratis perlu didalami dan dikuasai. Dengan mengerti bermacammacam teori pendidikan, diharapkan guru dapat memilih mana yang paling baik untuk membantu perkembangan anak didik. Oleh karena guru kelaslah yang sungguh mengerti situasi kongrit siswa mereka, diharapkan guru dapat meramu teoriteori itu sehingga cocok dengan situasi anak didik yang diasuhnya. Untuk itu guru diharapkan memiliki kreatifititas untuk selalu menyesuaikan teori yang digunakan dengan situasi belajar siswa secara nyata. Ketiga, guru juga diharapkan memahami bermacam-macam model pembelajaran. Dengan semakin mengerti banyak model pembelajaran, maka dia akan lebih mudah mengajar pada anak sesuai dengan situasi anak didiknya. Dan yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah guru dapat membuat evaluasi yang tepat sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah siswa sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah proses pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik dan membantu anak berkembang secara efisien dan efektif. Kompetensi profesional meliputi: (1) menguasai landasan pendidikan, (2) menguasai bahan pembelajaran, (3) menyusun program pembelajaran, (4) melaksanakan program pembelajaran, dan (5) menilai proses serta hasil pembelajaran.
Kompetensi Sosial.
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain, (2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain. Menurut Gadner (1983) dalam Sumardi (Kompas, 18 Maret 2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner. Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994). Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan multidisiplin. Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan (Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi. Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti  karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol. Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya. Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang pendidik, kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini 15 skill yang dapat dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan dalam bekreasi, (8) berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15) komunikasi. Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Dari uraian tentang profesi dan kompetensi guru, menjadi jelas bahwa pekerjaan/jabatan guru adalah sebagai profesi yang layak mendapatkan penghargaan, baik finansial maupun non finansial.

Aliran Pemikiran/Filsafat Kurikullum




Perenialisme 

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Aliran ini lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Selain itu, pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

Essensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaan yang utama ialah dalam hal memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang jelas dan tahan lama dalam memberikan kestabilan, mempunyai tata aturan yang jelas. Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne, mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan. Bogoslousky, mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian, yaitu: Universum Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas. Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera.  Kebudayaan: Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan. Kepribadian: Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal. Robert Ulich, berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk itu perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian. Butler,mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich, menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi. Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diibaratkan sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis. Aliran ini sama dengan perennialisme, yaitu lebih berorientasi pada masa lalu dan lebih menekankan pada pemahaman dunia melalui ilmu pasti dan ilmu sosial, serta mengindahkan ilmu filsafat dan agama.  Bahan pokok kurikulum adalah sebuah rencana esensialis tentang organisasi kurikulum dan teknik-teknik pemberian pelajaran, dengan tes sebagai metodenya. Karya ilmiah, yakni kemampuan mendaur ulang apa yang telah dipelajari, merupakan nilai yang tinggi, dan pendidikan diawasi sebagai persiapan mencapai maksud pendidikan, seperti perguruan tinggi, lapangan kerja dan kehidupan.  Progresivisme Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.  Aliran ini telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu,  filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik. Aliran ini memandang kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu. Maka pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya. Selain itu, sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem solving) dengan langkah langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa. Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas bahwa filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.

Rekontruktivisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris ”rekonstruct” yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.  Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan masalah yang akan ditempuh untuk mengembalikan 12 kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara ersendiri, yakni dengan kembali ke kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan ekonstruksionisme perlu merombak tata/susunan lama dan membangun tata/susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.

dari beberapa Sumber.

Senin, 25 Maret 2019

Azas Kurikullum



a.       Asas filosofis
Seseorang pengembang kurikulum dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan, dan falsafah pendidik. Secara etimologis falsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka ia harus berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis dan mendalam. Oleh karena itu filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu ( the mother of knowledge). Filsafat meliputi kajian tentang a) metafisika yaitu studi tentang hakikat kenyataan atau realitas. b) epistemology yaitu studi tentang hakikat pengetahuan.c) aksioltudi tentanogi yaitu studi tentang nilai d) etika yaitu studi tentang hakikat kebaikan e) estetika yaitu studi tentang hakikat keindahan. f) logika yaitu studi tentang hakikat penalaran.
     Dibawah ini dijelaskan beberapa aliran filsafat yang dominan antara lain:

1)      Aliran perennialisme
            Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut, atau perennial yang ditemukan dan    diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam the Great         Books atau Buku Agung. Kurikulum yang dinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek      atau mata pelajaran terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan            seperti IPA atau IPS.

2)      Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia           supranatural dari tuhan. Boleh dikatan hampir seluruh agama menganut filsafat                    idealisme. Kebenaran dipercayai datannya dari tuhan yang diterima melalui wahyu.    Kebenaran ini termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang       datang dari      tuhan baik dan benar. Tujuan hidup adalah memenuhi kehendak            Tuhan. Filsafat ini umumya diterapkan disekolah yang berorientasi relegius. Semua            siswa diharuskan menikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah, dan membaca kitab      suci.

3)      Aliran Realisme
Filsafat realisme memcari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengematan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa            ditingkatkan melalui kemjuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup      adalah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran            realisme mngutamakan pengetahuanyang sudah mantap sebagai hasil penelitian             ilmiah yang dituangkan secra sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata       pelajaran. Disekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.
4)      Aliran Pragmatisme/ utilitarianisme
Aliran  ini juga disebut aliran instrumentalisme atau untilitarianisme dan berpendapat        bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengelamannya. Tidak ada       kebenaran mutlak, kebenaran adalah relatif dan dapat berubah. Yang baik, ialah yang            berakibat baik kepada masyarkat. Tujuan hidup ialah mengambdi kepada masyarakat      dengan peningkatan kesejahteraan manusia
Tugas guru mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainka memberi    kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan         masalah, atas dasr kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat dilakukan oleh anak      sendiri, bukan karena “ dipompakan kedalam otaknya”. Yang penting ialah             bukan”what to think” melainkan “how to think” yankni melalui pemecahan masalah.         Pengetahuan di peroleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan          karna digunakan secara fungsional    dalam memecahkan masalah.

5)      Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan di tentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas  orang lain. Ia harus bebas berfikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, intruksi, buku wajib dan lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan setandarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dngan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya bagi kurikulum yakni:
a.       Filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibimbing
b.      Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
c.       pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yanga harus dibentuk.
d.      Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
e.       Filsafat member kebulatan kepad usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
f.       Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
g.      Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar, mengajar,bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
B.     Asas Psikologis kurikulum dan Psikologis Belajar
Dalam proses perkembangan kurikulum, seorang pengembang harus memperhatikan psiklogis anak, kebutuhan dan minat mereka, serta teori-teori dan psikologi belajar. Para pengembangan kurikulum seharusnya menjadikan anak sebagai pokok pemikiran, agar anak dapat belajar dengan baik, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat merubah sikapnya, dapat menerima norma-norma atau nilai-nilai serta dapat menguasai sejumlah ketrampilan yang diharapkan. Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang psikologi anak dan bagaimana anak belajar, sangat diperlukan antara lain dalam :
Ø  Seleksi dan organisasi bahan pelajaran.
Ø  Menentukan kegiatan belajar yang paling serasi.
Ø  Merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai.
Materi yang akan dipelajari perlu mengenal tahap perkembangan anak, bagaimana anak belajar secara tepat, serta membutuhkan pengetahua tentang berbagai teori belajar.
Macam-macam teori belajar diantaranya:
1.      Teori Ilmu Jiwa Daya
Teori ini berangapan bahwa otak atau mental manusia terdiri atas sejumlah daya, yang memiliki fungsi-fungsi tertentu. Daya-daya itu antara lain daya ingat, daya pikir, daya tanggap, daya fantasi dan lain-lain. Tujuan pendidikan adalah memperkuat daya-daya jiwa itu, yang dilakukan dengan latihan untuk mendisiplinkannya. Misalnya daya ingat bisa di latih dengan pelajaran menghafal. Daya fikir di latih dengan menghadapkan anak didik dengan berbagai pemecahan masalah seperti matematika dan lain-lain.

2.      Teori Apersepsi Herbart
J.F. Herbart (1776-1841) menurut Nasution dapat dipandang sebagai tokoh pertama psikologi belajar yang menyimpang dari teori psikologi daya. Ia terkenal dengan teori apersepsi yang dikemukakannya. Apersepsi adalah proses asosiasi antara ide yang baru dengan ide yang lama yang tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap ada persepsi baru yang masuk maka akan disambut oleh yang lama. Ide lama berlomba memasuki alam sadar untuk menyambut ide baru. Misalnya bila seseorang melihat pesawat terbang, maka akan muncul ide tentang burung terbang atau perjalanan yang pernah dilakukan dengan pesawat atau tehnologi canggih atau bergantung pada adanya ide yang tersimpan atau persepsi yang telah ada. Persepsi diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan melalui panca indra. Ada 5 langkah metode pembelajaran menurut teori ini yaitu persiapan, penyajian, perbandingan dan abstraksi, generalisasi dan aplikasi.

3.      Teori Asosiasi, Teori S-R
Teori S-R adalah belajar dengan menghubungkan antara stimulus dan respon. Stimulus adalah rangsangan baik dari dalam maupun dari luar individu anak didik. Tokoh teori ini adalah Edward L. Thorndike yang beraliran connectionism yaitu hubungan antara dua hal yang dikenal sebagai S-R (stimulus-respon). Pendapatnya tentang teori belajar ini adalah bahwa semakin sering S-R dilatih, maka makin lama hubungan itu bertahan dan hubungan S-R akan lebih erat bila disertai rasa senang. S-R termasuk dalam aliran psikologi behaviorisme yang beranggapan bahwa dalam proses belajar, individu itu pasif, ia menerima stimulus dan member respon secara otomatis. Stimulus dianggap sebab dan respon dianggap akibat.

4.      Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Wertheimer, kurt lewin dan john dewey. Teori ini berpendapat bahwa keseluruhan lebih dari jumlah bagian-bagiannya. Kelebihan itu terjadi karena manusia cenderung melihat suatu pola, organisasi, integrasi atau konfigurasi terhadap apa yang dilihatnya. Konfigurasi yang membentuk kebulatan keseluruhan itulah dalam bahasa jerman disebut gestalt.  Menurut teori gestalt belajar adalah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan-hubungan antara unsure situasi problematic sehingga melihat makna baru dalam situasi itu. Teori gestalt mempunyai tujuan yang luas yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan pribadi dan sikap terhadap dunia. Belajar bukanlah suatu yang pasif. Dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersikap kreatif. 
                                    Teori belajar gestalt antara lain:
1.      Belajar itu berdasarkan keseluruhan
2.      Anak yang belajar merupakan keseluruhan
3.      Belajar berkat insigh/ pembiasaan
4.      Belajar berdasarkan pengalaman
5.      Belajar adalah suatu proses perkembangan dan proses yang kontinu
6.      Belajar akan berhasil bila dihubungkan  dengan minat dab tujuan anak
C.    Asas psikologis anak
Perkembangan anak, fisik, emosional, sosial, dan mental intelektual, faktor yang sangat penting untuk memperhitungkan dalam perkembangan kurikulum. Banyak peneliti yang telah mempelajari anak secara ilmiyah, ada yang mengadakan studi crosssetional, yakni mempelajari sejumlah besar anak pada usiatertentu, adapula setudi longitudinal, yang mengikuti perkembangan anak selama bertahun-tahun, bahkan sampai dewasaBerdasarkan berbagai penelitian itu, maka diperoleh sejumlah kesimpulan, antaera lain :
1.      Anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, ada masa bayi, masa anak-anak permulaan, masa kanak-kanak lanjutan, masa transesi menjelang adolesensi. Pada tiap taraf anak menunjukkan sifat-sifat dan kebutuhan tertentu.
2.      Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Pada saat-saat cepat atau akselerasi, ada masa tenang seakan-akan tidak ada perubahan yang di sebut “plateau” atau dataran, ada pula saat yang lambat perkembangannya atau retardasi.
3.      Ada perbedaan pola perkembangan antara anak-anak. Ada anak yang pada awalnya lamban belajar, tidak dapat mengikuti pelajaran, akan tetapi pada usia yang lebih lanjut seakan-akan mekar dan menunjukkan prestasi yang luar biasa. Hal ini behubungan dengan soal kematangan. Ada saatnya anak belum dapat mempelajari sesuatu, misalnya membaca pemulaan, karna belum siap, belum matang, akan tetapi setelah mencapai kematangan maka ia cepat dan mudah menguasainya. Memaksa anak mempelajari sesuatu sebelum saat pematangan hanya menimbulkan prestasi yang menyulitkan hidup anak serta menimbulkan rasa benci terhadap sekolah selain memberi konsep diri rendah pada anak.
4.      Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan pengembanga kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang sesuai kepada kelompok umur tertentu.
Mengenai perkembangan anak dipersoalkan, apakah perbedaan pada anak disebabkan oleh faktor genetis atau pembawaan, atau faktor lingkungan.
Pengetahuan tentang perkembangan anak, masih kurang jelas penerapannya dalam kurikulum, walaupun selalu menjadi pokok pertimbangan.Salah satu penyebabnya ialah, bahwa penelitian sering hanya meliputi salah satu aspek, misalnya aspek jasmani, aspek intelegensi dan lain-lain.Kesulitan bagi pengembangan kurikulum ialah melihat perkembangan anak sebagai keseluruhan yang bulat.
D.    Asas sosial budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan mengambil keputusan tentang kurikulum para guru harus mempertimbangkan kondisi rill dan keragaman budaya (multikulturalisme) dalam masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sekolah didirikan oleh dan untuk rakyat, sudah sewajarnya pendidikan harus memperhatikan dan merespon terhadap suara-suara dalam masyarakat.
Dari segi ini pendidikan mempunyai fungsi bagi kepentingan masyarakat sebagai berikut :
1.      Mengadakan perbaikan bahkan perombakan social.
2.      Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebadan mengadakan penelitian ilmiyah.
3.      Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada pembangunan nasional.
4.      Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional.
5.      Mewujudkan revolusi social untuk melenyapkan pengaruh pemerintahan terdahulu.
6.      Menyebarluaskan falsafah, politik dan kepercayaan tertentu.
7.      Mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
8.      Memberikan keterampilan pokok seperti membaca, menulis dan berhitung serta keterampilan hidup (live skill).
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pendidik mesti merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap kebutuhan yang dilontarkan atau di sarankan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan pemahaman atas tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku
Tugas-tugas pengembang kurikulum adalah :
1.      Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam UU, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, dan lain-lain.
2.      Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada.
3.      Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja.
4.      Menginterprestasikan kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Kebudayaan adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu kurikulum. Bahkan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan wacana pendidikan dengan pendekatan multicultural dalam mengembangkan kurikulum.
Pendidikan multicultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikurtural, diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi benturan dan konflik social.
Pendidikan multicultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda.     
E.     Asas organistor
Suatu aktifitas dalam mencapai tujuan pendidikan formal perlu suatu bentuk pola yang jelas tentang bahan yang akan disajikan atau di proseskan kepada peserta didik. Pola atau bentuk bahan yang akan disajikan inilah yang dimaksud organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum adalah suatu yang penting sekali dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum menentukan isi bahan pelajaran dan cara menyajikannya.
Organisasi bahan yang dipilih harus serasi dengan tujuan dan sasaran kurikulum, yang pada dasarnya di susun dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dan dari tingkat rendah ke tingkat lebih tinggi, baik kognitif, maupun afektif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan asas organisatoris adalah
1.      Tujuan bahan pelajaran
Apakah mengajarkan keterampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan keterampilan untuk keperluan masa depan, apakah untuk memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiyah, atau memupuk jiwa warga Negara yang baik.
2.      Sasaran bahan pelajaran
Siapakah peserta didiknya? Apakah latar belakang pendidikan dan pengamalannya? Sampai manakah tingkat perkembangannya? Bagaimana profil kepribadian dan motivasinya?
3.      Pengorganisasian bahan
Bagaimana pelajaran di organisir, apakah berdasarkan topik, konsep kronologi atau yang lainnya? Apakah jenis organisasi kurikulum yang di pakai apakah sparated subject curriculum atau correlated curriculum atau integrated curriculum?
Pemahaman terhadap asas-asas tersebut bagi para pengembang kurikulum sangat penting dan amat di butuhkan untuk dapat menghasilkan suatu bentuk kurikulum yang ideal yang di harapkan oleh semua pihak. Pertama kurikulum harus sesuai dengan falsafah bangsa yaitu  pancasila, relevan dengan kebutuhan, minat, psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak, sesuai dengan kondisi social masyarakat dan keanekaragaman budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memilih organisasi kurikulum yang sesuai dengan latar belakang anak, materi pelajaran, dan jenjang atau jenis pendidikan tertentu.
3.      Prinsip-prinsip kurikulum
Secara umun ada tiga prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu (a) prinsip relavansi; (b) prinsip fleksibel; dan (c) prinsip kontinuitas.
a.      Prinsip Relvansi
Prinsip relavansi mengacu kepada kesesuaian kurikulum dengan tututan hidup masyarakat. Diantara tuntutan hidup masyarakat adalah misalnya, agar lulusan dapat ikut proses produksi yang menggunakan teknolgi tertentu. Dengan kata lain, ada kesesuaian antara kurikulum dengan tututan dunia kerja pada waktu tertentu.
Kesesuaian kurikuum dengan dunia kerja memang penting, namun bukan berarti pendidikan hanya akan menghasilkan tenaga-tenaga teknis yang terampil menerapkan teknologi tertentu dalam dunia kerjanya saja. Sebab, jika demikian, lulusan-lulusan ini tidak akan mampu mengikuti perkembangan iptek yang demikian cepat. Oleh karena itu, kata “relavan” tersebut dapat dipandang sebagai kemampuan adaptasi aktif dengan berbagai perubahan yang berkembang dalam dunia lulusan (diantaranya dunia kerja). Kemampuan adaptasi aktif dengan berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam dunialulusan dan yang tidak mengenal batas waktu ini akan menjadi daya hidup, daya hadap, dan daya menghidupi dunia lulusan yang sangat kuat. Oleh karena itu, kurikulum yang baik itu tidak sekedar yang mampu mengatsi persoalan hidup lulusan yang bersifat sementara tetapi lebih dari itu.
b.      Prinsip Fleksibilitas
Menurut pendapat Hasan yang yang dikutip oleh Dr. Sa’dun Akbar dan Dr. Hadi Sriwiyana dalam bukunya[4], fleksibilitas dalam dunia pendidikan dapat ditelaah dari dua posisi yang berbeda.Pertama,fleksibiltas sebaga suatu pemikiran pendidikan. Kedua, fleksibilitas sebagai kaedah dalam pengembangan kurikulum. Prinsip fleksibilitas dari konteks ini adalah fleksibilitas delam pengembangan kurikulum. Fleksibilitas sebagai kaedah pengembangan kurikulum diistilahkan dengan fleksibilitas dimensi pelaksana.
Prinsip fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan dengan kaedah-kaedah yang memberikan ruang gerak (kebebasan)  kepada  pelaksana program –kurikulum, siswa, dan lulusam dalam bertindak. Adanya peluang munculnya gagasan-gagasan baru, pengalaman-pengelaman belajar baru, dan kewenangan-kewenangan baru dalam dunia kerja lulusan.
c.       Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas (kesinambungan) dalam konteks ini bisa kontinuitas yag bersifat vertikal dan kontinuitas yang bersifat horizontal. Kontinuitas vertikal adalah kontinuitas antar level pendidikan yang satu dengan yang lainnya. Level yang dimaksud dapat berbentuk kesinambungan antar janjang pendidikan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara  pendidikan pra sekolah, SD, SLTP. SLTA, dan perguruan tinggi. Level ini juga dapat dipahami sebgai kesinambungan antar kelas yang satu dengan kelas selanjutnya : ada kesinambungan antara kelas 1,2,3,4,5,6 SD; ada kesinambungan antara kelas 1,2,3 SLTP, dst.
Kontinuitas horizontal dapat dipahami ada kesinambungan anatar mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Pokok bahasan tertentu yang disajikan pada semester tertentu pada pelajaran IPS misalnya, hendaknya dikaitkan dengan pokok bahasan tertentu pada mata pelajaran agama, bahasa  indonesia, bahasa indonesia pad semester tertentu pula.

sumber : https://sholihfikr.blogspot.com/2015/03/asas-asas-dan-prinsip-perkembangan.html


PERKU KITA RENUNGI

KURIKULLUM DAN MASA DEPAN BANGSA

perubahan kurikullum yang terjadi terus menerus di Indonesia agaknya cukup menggelikan. dalam beberapa tahun saja terjadi perubahan kurilull...